MEKANISME STRAIN HARDENING
(PENGERASAN
REGANGAN)
Strain hardening (pengerasan regangan) adalah
penguatan logam untuk deformasi plastik (perubahan bentuk secara permanen atau
tidak dapat kembali seperti semula). Penguatan ini terjadi karena dislokasi gerakan
dalam struktur kristal dari material.
Deformasi bahan disebabkan oleh slip (pergeseran) pada bidang kristal tertentu.
Jika gaya yang menyebabkan slip ditentukan dengan pengandaian bahwa seluruh
atom pada bidang slip kristal serempak bergeser, maka gaya tersebut akan besar
sekali. Dalam kristal terdapat cacat kisi yang dinamakan dislokasi. Dengan
pergerakan dislokasi pada bidang slip yang menyebabkan deformasi dengan
memerlukan tegangan yang sangat kecil.
Kalau kristal dipotong menjadi pelat tipis
dan dipoles secara elektrolisa, maka akan terlihat di bawah mikroskop elektron,
sejumlah cacat yang disebut dislokasi. Dislokasi merupakan cacat kisi yang
menentukan kekuatan bahan berkristal. Karena adanya tegangan dari luars,
dislokasi akan bergerak kepermukaan luar, sehingga terjadi deformasi. Selama bergerak
dislokasi bereaksi satu sama lain. Hasil reaksi ada yang mudah bergerak dan ada
yang sulit bergerak. Yang sulit bergerak berfungsi sebagai sumber dislokasi
baru (multiplikasi dislokasi). Sehingga kerapatan dislokasi semakin tinggi.
Semakin tinggi kerapatan dislokasi, maka semakin sulit dislokasi bergerak
sehingga kekuatan logam akan naik.
Strain hardening (pengerasan regangan)
terjadi selama pengujian tarik. Pada proses uji tarik regangan akan bertambah
sehingga kekuatan tarik, kekuatan mulur dan kekerasannya akan meningkat pula
sedangkan massa jenis dan hantaran listriknya menurun. Hal ini juga
mengakibatkan menurunnya keuletan.
Kristal logam mempunyai kekhasan dalam
keliatan yang lebih besar dan pengerasan yang luar biasa. Sebagai contoh,
kekuatan mulur baja lunak sekitar 180 MPa dan dapat ditingkatkan sampai kira –
kira 900 MPa oleh pengerasan regangan (Surdia Tata : 1984). Inilah yang
melatarbelakangi mengapa mekanisme pengerasan logam merupakan sesuatu yang
berguna.
Tegangan di daerah elastis sampai sekitar
titik mulur didapat dengan jalan membagi beban oleh luas penampang asal batang
uji, biasanya dipakai pada perencanaan mesin – mesin. Tegangan ini
dinamakan tegangan teknis atau tegangan nominal. Ketika deformasi bertambah,
maka luas penampang batang uji menjadi lebih kecil sehingga tegangan dapat
dinyatakan dalam tegangan sebenarnya. Kekuatan tarik atau kekuatan maksimum
yang dinyatakan dalam tegangan teknis atau tegangan nominal sering dipakai
dalam bidang teknik,yaitu tegangan dalam ordinat fasa gambar 1.2
dinyatakan dalam tegangan nominal. Kalau tegangan dinyatakan dalam tegangan
sebenarnya σ’ dan regangan dalam regangan sebenarnya ε’
ε’ = ln ( l / lo )
dan dengan regangan teknik ε
ε’ = ln ( 1 + ε )
Hubungan antara tegangan sebenarnya dan regangan
sebenarnya didekati oleh persamaan
σ’ = K ε’ n
dengan
n = eksponen pengerasan regangan (sebagai ukuran pengerasan)
1 = koefisien kekuatan
K = konstanta
n = konstanta
K dan n adalah konstanta yang ditentukan oleh
jenis bahan dan keadaan deformasi tertentu. Gambar diatas menyatakan
perbandingan antara kurva tegangan – regangan teknis dan kurva tegangan –
regangan sebenarnya. Dan persamaannya dapat dirumuskan
log σ’ = log K + n ε’
Jadi kalau tegangan sebenarnya dan tegangan
sebenarnya diplot pada kertas grafik logaritma, daerah deformasi plastis
merupakan garis lurus, sedangkan gradiennya merupakan harga n. Kalau keadaan
deformasi tertentu diperhitungkan, regangan sebenarnya sama dengan perubahan
regangan memanjang dan melintang, atau regangan dari tarikan dan tekanan.
Selanjutnya regangan ε’neck pada permulaan pengecilan setempat
dari pengujian tarik sama dengan harga n.
Berikut adalah nilai K dan n
Hubungan antara elastisitas dan strain
hardening
Ø Pada daerah elastic bahan
mengikuti Hukum Hook ( E = σ / ε). Kemudian setelah melewati titik luluh Y akan
mengalami deformasi plastis. Seperti yang telah dijelaskan, deformasi berlanjut
jika tegangan bertambah sehingga K lebih besar dari Y dan n lebih dari 0. Flow
curve biasanya dinyatakan dalam sebagai fungsi linier dengan sumbu logaritma.
Kebanyakan logam ulet (ductile) bersifat seperti ini
1. Factor
yg mempengaruhi
2. Dengan
dislokasi
3. Dengan
perlakuan panas
4. Contoh
pengerjaannya d roll atau yak opo
5. Data
yang mendukung contohnya material apa,kekuatannya brp,dll
Annealing
Annealing adalah
proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan lambat didalam tungku
yang dimatikan. Temperatur pemanasan annealing, untuk
baja hypoeutektoid adalah sekitar sedikit diatas garis A3(Gbr. 5.)
dan untuk baja hypereutektoid adalah sedikit diatas garis
Acm (Gbr.5.). Tujuan dari annealing untuk memperbaiki ; mampu
mesin, mampu bentuk, keuletan, kehomogenan struktur, menghilangkan tegangan
dalam, dan lain sebagainya.
Sifat Mekanik Material
1. Hardness (kekuatan)
Ketahanan suatu bahan terhadap deformasi (perubahan bentuk) yang permanen. Kekerasan linier dengan kekuatan, semakin tinggi kekuatan maka semakin keras benda tersebut. Beberapa metode yang digunakan untuk uji kekerasan antara lain:
a. Metode Gores
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
1. Talc
2. Gipsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond (intan)
b. Metode Elastik/Pantul
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji
c. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).
Ketahanan suatu bahan terhadap deformasi (perubahan bentuk) yang permanen. Kekerasan linier dengan kekuatan, semakin tinggi kekuatan maka semakin keras benda tersebut. Beberapa metode yang digunakan untuk uji kekerasan antara lain:
a. Metode Gores
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
1. Talc
2. Gipsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase
7. Quartz
8. Topaz
9. Corundum
10. Diamond (intan)
b. Metode Elastik/Pantul
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji
c. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).
2. Ketangguhan (Impak)
Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba.
Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba.
3. Keausan
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji.
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji.
4. Fatik
Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik. Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pada kondisi pembebanan dinamik (beban berfluktuasi). Mengalami kegagalan (patah) pada tegangan jauh di bawah tegangan yang diperlukan untuk membuatnya patah pada pembebanan tunggal (statis). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch.
Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik. Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pada kondisi pembebanan dinamik (beban berfluktuasi). Mengalami kegagalan (patah) pada tegangan jauh di bawah tegangan yang diperlukan untuk membuatnya patah pada pembebanan tunggal (statis). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch.
Menunjukkan permukaan patahan
poros akibat fatik yang bermula dari ujung yang tajam dari tempat pasak
Faktor-faktor Penyebab Patah
Fatik
Bersadarkan Penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah Fatik tergantung pada :
a. Besarnya tegangan maksimum yang bekerja
b. Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan tegangan yang bekerja
c. Siklus tegangan yang bekerja. Adalah banyaknya periode pembebanan yang terjadi
d. Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah fatik, antara lain :
• Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda.
• Terdapatnya porositas
e. Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda
Bersadarkan Penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah Fatik tergantung pada :
a. Besarnya tegangan maksimum yang bekerja
b. Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan tegangan yang bekerja
c. Siklus tegangan yang bekerja. Adalah banyaknya periode pembebanan yang terjadi
d. Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah fatik, antara lain :
• Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda.
• Terdapatnya porositas
e. Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda
5. Kekuatan Tarik
Kekuatan suatu bahan, pada umumnya dinyatakan dengan kekuatan tarik atau tegangan tarik dimana tegangan sendiri adalah gaya per satuan luas. Tegangan tarik dinyatakan dalam σu (N/mm2), kekuatan luluh σy (N/mm2).
Kekuatan suatu bahan, pada umumnya dinyatakan dengan kekuatan tarik atau tegangan tarik dimana tegangan sendiri adalah gaya per satuan luas. Tegangan tarik dinyatakan dalam σu (N/mm2), kekuatan luluh σy (N/mm2).
Alat Uji Tarik
Kesimpulan
Material mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia. Sifat-sifat mekanik meliputi: hardness (kekuatan), ketangguhan (impak), keausan, fatik, kekuatan tarik.
Material mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia. Sifat-sifat mekanik meliputi: hardness (kekuatan), ketangguhan (impak), keausan, fatik, kekuatan tarik.
Ilustrasi skematis pengujian
impak dengan benda uji Charpy
Sifat mekanik dari suatu bahan salah satunya
ditentukan oleh struktur mikro bahan tersebut. Untuk mengetahui struktur mikro
tersebut maka perlu mengetahui fasa diagram dari bahan. Diagram fasa digunakan
untuk acuan dalam proses peleburan, pengecoran, kristalisasi dan lain-lain.
Komponen yaitu bagian yang menyusun suatu paduan (alloy).
Komponen dapat berupa unsur atau senyawa. Dalam suatu paduan ada komponen yang
bertindak sebagai solute dan ada yang bertindak sebagai solvent.
Contoh Kuningan, Cu sebagai unsur pelarut dan Zn sebagai unsur yang dilarutkan.
Dalam senyawa larutan tersebut terdapat batas kelarutan yaitu merupakan
konsentrasi atom maksimum yang dapat dilarutkan oleh pelarut untuk membentuk
larutan padat (solid solution).
Fasa adalah bagian homogen dari sistem yg mempunyai
karakteristik fisik dan kimia yang beraturan. Contoh dari fasa yaitu material
murni, larutan padat, larutan cair dan gas. Untuk material yang mempunyai dua
atau lebih struktur maka disebut polimorfik.
Diagram Fasa
Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan
representasi tentang fasa-fasa yang ada dalam suatu material pada variasi
temperatur, tekanan dan komposisi. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk
semua operasi – operasi perlakuan panas.
Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan
kesetimbangan (kondisinya adalah pendinginan yang sangat lambat). Diagram ini
dipakai untuk mengetahui dan memprediksi banyak aspek terhadap sifat material.
Kegunaan Diagram Fasa
Diagram fasa dapat digunakan untuk memudahkan memilih
temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik
proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.
Informasi penting yang dapat diperoleh dari diagram
fasa adalah:
- Memperlihatkan
fasa-fasa yang terjadi pada perbedaan komposisi dan temperatur dibawah
kondisi pendinginan yang sangat lambat.
- Mengindikasikan
kesetimbangan kelarutan padat satu unsur atau senyawa pada unsur lain.
- Mengindikasikan
pengaruh temperatur dimana suatu paduan dibawah kondisi kesetimbangan
mulai membeku dan pada rentang temperatur tertentu pembekuan
terjadi.
- Mengindikasikan
temperatur dimana perbedaan fasa-fasa mulai mencair.
Beberapa Contoh Diagram Fasa
Diagram Fasa Fe – Fe3C
Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting
untuk memahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon, suatu jenis logam
paduan besi (Fe) dan karbon (C). Karbon larut di dalam besi dalam bentuk
larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang.
Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha
ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan
terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric
compound (Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide.
Selain larutan padatalpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat
ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-austenite.
Logam Fe bersifat polymorphism yaitu
memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni,
misalnya, alpha-ferrite akan berubah menjadigamma-austenite saat
dipanaskan melewati temperature 910oC. Pada temperatur yang lebih
tinggi, mendekati 1400oC gamma-austenite akan
kembali berubah menjadidelta-ferrite. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam
hal ini memiliki struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki
struktur kristal FCC.
Untuk ferrit dengan struktur kristal
BCC, dapat melarutkan C maks. 0,022% pada temperatur 727°C, sedangkan austenite dengan
struktur kristal FCC, dapat melarutkan C hingga 2,11% pada temperatur 1148°C,
untuk sementit, dengan struktur kristal BCT, dapat melarutkan
C hingga 6,7%.
Diagram Fasa Cu – Ag
Pada diagram fase sistem Cu – Ag didapatkan 3 daerah
yang terdiri dari fase tunggal yaitu fase α, β, dan L. Fase α adalah daerah
yang kaya akan tembaga. Fase ini adalah solid solution yang
memiliki atom perak sebagai solute dan memiliki struktur FCC. Solid
solution fase β juga memilki struktur kristal FCC, tetapi dengan atom
perak sebagai solvent dan atom tembaga sebagai solute.
Pada temperatur tertentu fase α dan β dapat terdiri dari 100% solvent (tembaga
murni atau perak murni).
Pada fase α dan β kelarutan masing-masing solute terbatas
pada garis BEG pada diagram fase. Garis ini bersesuaian dengan temperatur 779oC.
Garis BEG membatasi kelarutan maksimum solute pada
masing-masing fase. Untuk fase α, kelarutan Ag memiliki nilai maksimal sebesar
8.0 wt%, sebagaimana ditunjukkan oleh titik B. Sementara itu pada fase β batas
kelarutan Cu adalah 8.8 wt% (ditunjukkan oleh titik G).
Garis batas fase yang memisahkan fase α dan fase α + β
pada temperatur di bawah 779 oC disebut dengan solvus
line. Sedangkan garis batas fase yang memisahkan fase α dan fase α + L pada
temperatur di atas 779 oC disebut dengan solidus line.
Sementara itu, fase L dan fase α + L dipisahkan oleh garis batas fase yang
disebutliquidus line.
Titik E merupakan titik pertemuan antara garis AE dan
EF. Garis AE menunjukkan penurunan titik lebur Cu sebagai fungsi kenaikan
konsentrasi Ag yang ditambahkan. Sedangkan garis EF menunjukkan penurunan titik
lebur Ag akibat peningkatan konsentrasi Cu dalam solid solution.
Titik E disebut invariant point. Titik ini
menunjukkan temperatur terendah di mana fase L masih ada sebelum berubah
menjadi fase α + β. Pada titik E komposisi sistem adalah 71.9 wt% Ag – 28.1 wt%
Cu.
Terdapat tiga fase yang teramati yaitu fase liquid (L),
fase alpha (α), dan fase liquid-alpha (α+L).
keberadaan tiap fase dibatasi oleh garis batas fase yang terdapat disepanjang
rentang komposisi dan temperatur tertentu.
Fase liquid L terdiri dari Cu dan Ni
dalam liquid. Fase α adalah substitusional solid solution dari
atom Cu dan Ni, serta memiliki struktur kristal FCC. Dari diagram fase dapat
terlihat pada temperatur di bawah 1080 oC Cu dan Ni dapat
membentuk solid solution pada sembarang komposisi.
Fase yang diberi nama dengan huruf Yunani (α, β, γ,
dll) menunjukkan fase solid solution dari paduan logam. Daerah
fase L dan α+L dipisahkan oleh suatu garis yang disebut liquidus line.
Daerah di atas liquidus line hanya terdiri dari L. Sementara
itu daerah fase α dan α+L dipisahkan oleh suatu garis yang disebut solidus
line. Daerah di bawah solidus line hanya terdiri dari fase
α.
Titik potong dari solidus dan liquidus line
menunjukkan titik lebur dari masing-masing bahan murni. Untuk diagram fase
Cu-Ni, kedua garis berpotongan di dua titik yaitu pada temperatur 1085 oC
yang bersesuaian dengan komposisi 0 wt% Ni (100 wt% Cu) dan pada temperatur
1453 oC yang bersesuaian dengan komposisi 100 wt% Ni (0 wt%
Cu).
Untuk suatu paduan dengan komposisi tertentu, titik
lebur akan terletak sedikit di atas solidus line. Jika temperatur dinaikkan
secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit fase solid akan berubah menjadi fase
liquid. Sebelum mencapai liquid line, fase solid (α) dan liquid akan hadir
bersamaan.
Saat temperatur mencapai liquidus line, semua fase
solid berubah menjadi fase liquid. Jika temperatur dinaikkan terus, hanya fase
liquid (L) yang terdapat dalam sistem.
Pada proses pembuatannya,
komposisi kimia yang dibutuhkan diperoleh ketika baja dalam bentuk fasa cair
pada suhu yang tinggi.
Pada saat proses
pendinginan dari suhu lelehnya, baja mulai berubah menjadi fasa padat pada suhu
13500, pada fasa ini lah berlangsung perubahan struktur mikro. Perubahan struktur
mikro dapat juga dilakukan dengan jalan heat treatment.
Bila proses pendinginan dilakukan secara perlahan,
maka akan dapat dicapai tiap jenis struktur mikro yang seimbang sesuai dengan
komposisi kimia dan suhu baja. Perubahan struktur mikro pada berbagai suhu dan
kadar karbon dapat dilihat pada Diagram Fase Keseimbangan (Equilibrium Phase
Diagram).
Penjelasan diagram:
o
Pada kandungan karbon
mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro dinamakan Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan).
o
Sifat – sifat cementitte: sangat keras dan sangat
getas
o
Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon
yang sangat rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.
o
Pada baja dengan kadar
karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan
kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.
o
Pada baja dengan
kandungan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid, struktur mikro yang
terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit.
o
Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai
dengan 6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan
sementit.
o
Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan
kadar karbon rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur
mikro Austenit.
o
Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu
leleh turun dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh
menjadi Austenit.
Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada
proses pendinginan perubahan – perubahan pada struktur
kristal dan struktur mikro sangat bergantung pada komposisi kimia.
Fase Yang Terbentuk :
1. Ferit ( besi )
Merupakan larutan padat karbon dalam besi
dan kandungan karbon dalam besi maksimum 0,025% pada temperatur 723 C. Pada temperatur
kamar, kandungan karbonnya 0,008%. Sifat ferit adalah lunak, ulet dan tahan
korosi.
2. sementit
merupakan senyawa logam yang mempunyai
kekerasan tinggi atau berkeras diantara fasa-fasanya yang mungkin terjadi pada
baja mengandung 6,67% kadar karbon, walaupun sangat keras tapi bersifat getas.
3. austenit
merupakan larutan padat intertisi antara
karbon dan besi yang mempunyai sel satuan BCC yang stabil pada temperatur 912°C
dengan sifat yang lunak tapi ulet.
4. perlit (α+Fe3C)
merupakan elektroid yang terdiri dari 2
fasa yaitu terit dan sementit. Kedua fasa ini tersusun dari bentuk yang halus.
Perlit hanya dapat terjadi di bawah 723 C. Sifatnya kuat dan tahan terhadap
korosi serta kandungan karbonnya 0,83%.
5. Ladeburit
Merupakan susunan elektrolit sengan
kandungan karbonnya 4,3% yaitu campuran perlit dan sementit. Sifatnya halus dan
getas karena sementit yang banyak.
6. besi delta (γ)
merupakan fasa yang berada antara
temperatur 1400 °C – 1535°C dan
mempunyai sel satuan BCC ( sel satuan kubus ) karbon yang larut sampai 0,1%
Perbandingan yang dilakukan dengan menggunakan media pendingin berbagai jenis
seperti oli, air garam, air, solar dan udara tergantung pada kecepatan
pendinginan yang diinginkan. Kecepatan pendinginan adalah turunnya pendinginan
pada waktu dimasukkan dalam derajat/detik. Kecepatan pendinginan
mempengaruhi akan kekerasan bahan.
Sumber : Buku yang berkaitan dengan metalurgi fisika
modern, blog-blog yang membahas metalurgi dan situs-situs yang berkaitan.
insyaallah membantu
ReplyDeletesangat membantu mas makasih banyak
ReplyDelete